Gaji Guru Honorer Disalahgunakan?
Siapa, Apa, Kapan, Di Mana, Mengapa, dan Bagaimana?
britaduatiga.com – Gaji Guru Honorer Disalahgunakan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap kasus korupsi yang mengguncang publik. Kali ini, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan gaji guru honorer untuk kepentingan politik dalam Pilkada Bengkulu 2024. Kasus ini mencuat setelah laporan kronologis disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pada konferensi pers di Jakarta, Minggu (24/11/2024).
Alexander mengungkapkan, sejumlah dana mencapai Rp2,9 miliar dikumpulkan oleh SD, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu, atas perintah langsung Rohidin. Uang tersebut berasal dari honor pegawai dan guru tidak tetap sebesar Rp1 juta per orang. Mirisnya, pencairan dilakukan sebelum batas waktu 27 November 2024, dengan alasan untuk mendukung pencalonan kembali Rohidin sebagai gubernur.
Gaji Guru Honorer Jadi Korban Politik?
Pada Juli 2024, Rohidin secara terbuka menyatakan butuh dukungan dana untuk Pilgub 2024. Arahan ini dilanjutkan pada September-Oktober 2024, ketika Isnan Fajri, Sekda Provinsi Bengkulu, mengumpulkan kepala organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala biro di lingkungan Pemprov Bengkulu. Dalam pertemuan itu, mereka diarahkan untuk mendukung program pemenangan Rohidin.
Instruksi ini tak sekadar arahan biasa. Menurut Alexander, permintaan disertai ancaman pencopotan jabatan bagi yang tidak mematuhi. Hal ini dialami sejumlah pejabat, termasuk SF, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, yang menyerahkan Rp200 juta agar tidak dinonjobkan. Ada juga TS, Kepala Dinas PUPR, yang “menyumbang” Rp500 juta, berasal dari potongan tunjangan pegawai hingga biaya operasional dinas.
Ancaman Hukum yang Menanti Para Tersangka
Tak hanya Rohidin, KPK juga menetapkan Isnan Fajri dan Evriansyah alias Anca, ajudan gubernur, sebagai tersangka. Ketiganya dijerat Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP. Mereka kini mendekam di Rutan Cabang KPK untuk masa penahanan awal selama 20 hari.
Rohidin sendiri menyatakan akan bersikap kooperatif. “Saya bertanggung jawab penuh atas proses hukum ini dan siap menjalani semuanya sesuai aturan,” ungkapnya, seraya mengimbau masyarakat Bengkulu tetap tenang.
Kampanye Pilkada 2024, Adu Strategi atau Adu Uang?
Kasus ini menjadi noda besar dalam perjalanan Pilgub Bengkulu. Rohidin, yang berpasangan dengan Meriani, menghadapi persaingan ketat melawan duet Helmi Hasan-Mi’an. Namun, bayang-bayang dugaan korupsi ini bisa menjadi bumerang besar dalam upaya Rohidin mempertahankan kursinya sebagai gubernur.
Harapan untuk Guru dan Masyarakat
Di balik kasus ini, ada luka mendalam bagi para guru honorer. Hak mereka yang telah diupayakan bertahun-tahun malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan politik. Masyarakat Bengkulu kini berharap keadilan ditegakkan, bukan hanya sebagai hukuman bagi pelaku, tetapi juga sebagai pelajaran bahwa pendidikan seharusnya menjadi prioritas, bukan alat untuk kekuasaan.
Kesan dan Pesan Moral
Kasus ini menggambarkan betapa rapuhnya kepercayaan publik ketika keadilan dicemari oleh kepentingan pribadi. Gaji yang seharusnya menjadi hak para guru honorer – pahlawan tanpa tanda jasa yang membangun generasi bangsa – justru direnggut demi ambisi kekuasaan. Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa pendidikan bukanlah sekadar angka di atas kertas, melainkan amanah besar yang harus dijaga dengan integritas.
Sebagai masyarakat, kita dihadapkan pada pilihan: tetap diam dalam ketidakadilan atau bersuara untuk perubahan. Pelajaran penting dari kasus ini adalah bahwa kekuasaan harus digunakan untuk melayani, bukan memperalat. Mari kita jaga agar nilai-nilai keadilan, moralitas, dan empati terus hidup di tengah masyarakat.
“Keadilan adalah roh dari kehidupan publik, dan tanpa keadilan, bangsa akan kehilangan jiwanya.” – James A. Garfield (yb/bd)**
Source : berbagai sumber