Andi Rian Desak Kapolri Tegur Kapolda Sulsel Usai Dugaan Intimidasi Wartawan
Teguran Ditunggu, Ketegasan Diharapkan
britaduatiga.com, andi rian. Di siang hari yang tenang, di sela-sela waktu istirahat dan makan siang, kabar mengenai dugaan intimidasi yang melibatkan nama besar Andi Rian kembali mencuat. Suara-suara di media sosial ramai membahas desakan agar Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengambil langkah tegas. Desakan itu datang usai Inspektur Jenderal Polisi Andi Rian Djajadi, Kapolda Sulawesi Selatan, diduga mengintimidasi seorang jurnalis media nasional yang mengangkat kasus pungli di Polres Bone.
Tantangan bagi Kapolri
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menyuarakan kekhawatiran yang dirasakannya. Menurutnya, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Kadiv Propam), Inspektur Jenderal Abdul Karim, mungkin tidak akan berani menegur Andi Rian. Alasannya jelas, keduanya adalah jenderal bintang dua—rekannya di kepolisian. Maka, Kapolri-lah yang dianggap paling tepat untuk turun tangan langsung.
“Yang bisa dilakukan hanyalah mendorong Kapolri untuk melakukan teguran pada oknum Kapolda yang melakukan intimidasi, dan tidak mengindahkan UU Pers,” ucap Bambang Rukminto pada hari Minggu, 15 September 2024.
Dengan suasana hangat yang menyelimuti siang, publik berharap keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Rasa cemas mulai tumbuh ketika panggilan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kepada Andi Rian belum juga diindahkan.
Kapolri dan Kepercayaan Publik
Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian menjadi isu sentral di sini. Bambang Rukminto meyakini bahwa jika Kapolri tidak mengambil langkah yang tegas, hal itu bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.
‘Ketika penegak hukum sendiri mengesampingkan norma dan aturan, masyarakat akan merasa dibenarkan untuk melakukan hal yang sama. Kepercayaan publik yang terkikis akan memicu ketidakstabilan sosial dan melemahkan fondasi negara,’ tegas Bambang.
Ia juga memperingatkan bahwa penurunan kepercayaan ini bisa berujung pada sesuatu yang lebih besar. Dalam pandangannya, bila ini terus dibiarkan, Indonesia bisa menghadapi ancaman kegagalan negara. Bambang menggambarkan kemungkinan munculnya disintegrasi dan kelemahan negara akibat runtuhnya kepercayaan publik pada penegakan hukum.
Kompolnas Menanti Klarifikasi
Sementara itu, Komisioner Kompolnas RI, Poengky Indarti, juga menantikan respons dari Andi Rian terkait surat klarifikasi yang telah dilayangkan sejak tanggal 10 September 2024. Kasus ini bermula dari laporan seorang jurnalis, Heri Siswanto, yang mengungkap adanya praktik pungli dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Polres Bone.
Berita ini menjadi viral, namun sayangnya bukannya mendapat dukungan, Heri malah diduga mendapat intimidasi dari Andi Rian. Bahkan, istrinya, Gustina Bahri, yang bekerja sebagai ASN Polri di Polres Sidrap, dimutasi ke wilayah yang lebih terpencil, yakni Polres Selayar. Dugaan mutasi ini dianggap sebagai bentuk balasan atas pemberitaan yang dibuat Heri.
Sebuah Ujian bagi Etika Kepolisian
Pada akhirnya, publik terus menunggu apakah Kapolri akan bertindak atau tidak. Dalam siang yang penuh tanya ini, masyarakat mendambakan transparansi dan ketegasan dari institusi yang seharusnya menjaga hukum dan keadilan. Tindakan Andi Rian dan tanggapan Kapolri menjadi sorotan, apakah etika dan disiplin akan dipertahankan di tengah kekuasaan yang cenderung menyilaukan.
Suasana siang yang hangat ini seolah menyiratkan sebuah pertanyaan besar bagi Polri, apakah hukum akan berdiri tegak atau justru goyah di bawah tekanan koncoisme. Keputusan ada di tangan Kapolri, dan publik menunggu dengan harapan yang penuh.
Pesan dan Kesan Publik
Di tengah hangatnya obrolan siang dan hiruk-pikuk media sosial, kesan publik seolah berbisik lembut namun tegas, bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pilih kasih. Harapan tumbuh seperti bunga yang merekah, menanti tangan-tangan kepolisian yang bijak untuk menjaga kepercayaan rakyat. Pesan itu jelas, masyarakat mendambakan transparansi, bukan kesewenang-wenangan. Dalam sunyi yang penuh harap, mereka menunggu langkah Kapolri—langkah yang bisa mengembalikan keyakinan, bahwa hukum masih menjadi tiang kokoh yang menopang negeri ini dengan tegak. (yb)**