Saat Mentari Menyapa, Harapan Itu Menyala dari Timur
Kupang, britaduatiga.com – Pagi merekah di pelosok Kupang Barat, menyibak embun yang menggantung di rerumputan kering. Di tengah sunyi desa yang bersahaja, ada langkah kecil yang terus melaju langkah yang tak sekadar menapak bumi, tapi juga menoreh masa depan. Inilah kisah inspiratif Swastisari Y. Oematan, S.Pd, seorang perempuan tangguh yang memimpin sebuah sekolah nyaris padam, dan menyalakannya kembali menjadi suluh pendidikan di pedalaman Nusa Tenggara Timur.
Siapa Sosok di Balik Perubahan Itu?
Mengenal Swastisari Y. Oematan, S.Pd

Sebagaimana dilangsir dari Youtube TVRI Nasional, Sejak 10 Desember 2021, Swastisari Yuliarti Oematan dipercaya memimpin SMA Negeri 2 Kupang Barat, (di Oeli’i, Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang Barat, Kab. Kupang-NTT), sebuah sekolah di ujung desa yang dulu nyaris sunyi dari tawa siswa. Ia satu-satunya PNS di sekolah tersebut, mendampingi tujuh guru honorer dengan semangat yang tak pernah surut.
️ Dari Mana Semua Ini Dimulai?
Sekolah dengan Lantai Tanah dan Atap Daun
Didirikan resmi pada 4 Agustus 2011, SMA ini awalnya hanyalah penumpang di SMP Negeri 3 Kupang Barat. Dengan jumlah siswa tak lebih dari 50, mereka datang dari desa-desa kecil seperti Oematnunu, Oelii dan Oenaek. Namun berkat jerih payah orang tua dan komite, sebuah bangunan darurat didirikan beratap daun, berdinding bebak, berlantaikan tanah.
Menuju Gedung Permanen dan Harapan Baru
Tak lama kemudian, sekolah ini menerima bantuan dana APBN, dan dalam delapan bulan, sebuah gedung permanen berdiri. Tahun 2014, sekolah resmi memiliki rumahnya sendiri. Tapi, badai belum usai…
Mengapa Sekolah Ini Hampir Ditutup?
Persaingan yang Membuat Jumlah Siswa Menyusut

Kemunculan dua SMK baru di desa tetangga membuat jumlah siswa SMA Negeri 2 merosot drastis. Bahkan, ada wacana penutupan. Saat Swastisari tiba, ia mengunjungi rumah-rumah warga, menyelami alasan mengapa anak-anak tak lagi datang ke sekolah itu.
Apa yang Membuat Sekolah Ini Bangkit?

Menjadi Sekolah Penggerak di Tengah Keterbatasan
Beruntung, saat itu pemerintah memperkenalkan Kurikulum Merdeka, dan sekolah ini lolos menjadi Sekolah Penggerak. Semua siswa, tanpa memandang latar belakang, kini bisa belajar Kimia dan Fisika, yang dulunya hanya untuk jurusan IPA.
Disiplin dan Dedikasi Mengundang Kepercayaan
Swastisari menerapkan disiplin ketat namun manusiawi. Guru datang lebih pagi, siswa menyusul dengan semangat. Perlahan, jumlah siswa naik dari 25 menjadi 56 dan terus bertambah. Disiplin menjadi jembatan kepercayaan antara sekolah dan masyarakat.
Program-Program Inovatif yang Menyentuh Hati
Jadwal Pekanan yang Unik dan Mendidik
Senin – Sepeda (Upacara & Ibadah)
Menguatkan karakter dan spiritualitas.
Selasa – Makan Bersama
Melatih rasa syukur terhadap masakan orang tua sayur marungga, daun ubi, telur sederhana.
Rabu – English Day
Semua guru dan siswa wajib berbicara dalam bahasa Inggris, menyiapkan mereka menuju dunia luas.
Kamis – Talenta Tamasya Literasi Digital
Membaca komik dan buku digital tanpa jaringan, lewat komputer sekolah.
Jumat – BBS (Bersih, Bugar, Sehat)
Olahraga bersama dan kebersihan lingkungan diikuti kegiatan belajar.
✊ Bagaimana Keterlibatan Komunitas Diperkuat?
Sinergi dengan Orang Tua dan Nilai Gotong Royong
Setiap program diawali sosialisasi bersama orang tua, dengan ruang dialog terbuka. Bahkan ide komunitas belajar bersama datang dari siswa sendiri. Sekolah ini hidup bukan karena dana besar, tapi nilai dan komitmen.
Para guru honorer yang dulu hanya menerima Rp100.000, kini perlahan naik hingga Rp250.000. Swastisari bahkan menyisihkan uang perjalanan dinasnya untuk mendukung mereka yang belum memiliki NUPTK.
Kelas Tenun: Warisan Budaya dalam Kurikulum Merdeka
Menghadirkan Mama-Mama Penenun sebagai Guru

Dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), siswa diajak belajar menenun dua kali seminggu. Laki-laki dan perempuan sama-sama boleh ikut. Mama Akmone, salah satu orang tua, menjadi narasumber. Program ini berjalan berkat BOS Kinerja, hasil dari capaian baik dalam Rapor Pendidikan.
Apa Saja Prestasi yang Telah Diraih?
Berprestasi dari Pelosok, Mengharumkan Daerah
Meski dengan jumlah siswa yang kecil, sekolah ini berani bersaing. Dalam O2SN dan lainnya, mereka meraih Juara 5 Vokal Solo dan Tari Tunggal dari 93 peserta se-Kabupaten Kupang. Prestasi dari desa untuk Indonesia.
Harapan dan Pesan dari Seorang Pendidik Desa
Pendidikan Merata Adalah Hak Setiap Anak
Bagi Swastisari, pendidikan bukan soal di mana kita berada, tapi untuk siapa kita berjuang. Ia percaya, desa tak boleh merasa kecil. “Kita boleh hidup di desa, tapi berpikir dan bermimpi besar,” tuturnya penuh harap.
Penutup: Langkah Kecil yang Mengubah Banyak Hal

Kisah ini bukan sekadar tentang seorang kepala sekolah, tetapi tentang api kecil yang menerangi kegelapan, tentang ketekunan yang menyuburkan masa depan dari tanah tandus. Kisah Inspiratif Swastisari Y. Oematan mengajarkan kita bahwa langkah kecil dari desa pun bisa mengguncang masa depan bangsa.
Mari terus dukung pendidikan di pedalaman. Bagikan kisah ini sebagai bentuk apresiasi untuk mereka yang mengabdi dalam diam. Karena dari desa yang jauh itu, cahaya sedang tumbuh, pelan namun pasti.
“Langit tak pernah memilih di mana mentari terbit; tapi dari ujung timur, harapan selalu menyapa lebih dahulu.” – (yl)**